OPERAIND,- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Barat K.H. Basri Har menegaskan bahwa larangan mengucapkan Selamat Natal bagi umat Islam merupakan fatwa MUI.
Fatwa tersebut dikatakannya pernah dikeluarkan ketika organisasi tersebut yang dipimpin oleh Dr. Hamka.
"MUI di bawah kepemimpinan Bapak Dr. Hamka pernah mengeluarkan fatwa tentang larangan untuk mengucapkan Selamat Natal," ujarnya kepada awak media, di Masjid Raya Mujahidin Pontianak, Jumat (21/12/2018) sore.
loading...
Tidak mengucapkan Selamat Natal, lanjut Basri, bukan berarti umat Islam tidak toleran terhadap agama lain.
Selamat Natal dianggapnya lebih dari sekadar ucapan dan bertautan erat dengan akidah.
"Bukan berarti umat Islam tidak toleran. Ini soal akidah masing-masing agama. Jadi hal-hal seperti itu jangan terlalu dipaksakan," tegasnya.
Akan tetapi, dirinya tidak melarang umat Islam untuk menghadiri acara seremonial yang berkaitan dengan Natal.
Namun, Ia menggaris bawahi acara yang hendak dihadiri umat Islam tidak boleh mengandung ritual peribadatan.
"Dalam perkembangan selanjutnya, maka ada semacam satu pilihan bahwa acara itu harus dibagi. Ada acara ritual dan ceremonial. Ketika umat Muslim diundang terkait secara seremonial, ya silakan. Tapi terkait ritual peribadatan, kita tidak boleh karena itu ibadah mereka," paparnya.
Pada kesempatan tersebut, pimpinan MUI Kalbar dua periode ini juga berharap tidak ada pemaksaan bagi para pemilik usaha kepada karyawannya untuk mengenakan pakaian atau atribut Natal.
loading...
"Termasuk itu (pakaian dan atribut yang berkaitan dengan Natal-red). kita berharap para pengusaha tidak memaksakan karyawannya untuk menggunakan pakaian-pakaian yang berkaitan dengan Natal," pungkasnya.
Tentang Natal
Mengutip wikipedia.com, Natal (dari bahasa Portugis yang berarti "kelahiran") adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus.
Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember.
Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari (lihat pula Epifani).
Dalam tradisi barat, peringatan Natal juga mengandung aspek non-agamawi.
Beberapa tradisi Natal yang berasal dari Barat antara lain adalah pohon Natal, kartu Natal, bertukar hadiah antara teman dan anggota keluarga serta kisah tentang Santa Klaus atau Sinterklas.
Kata “natal” berasal dari ungkapan bahasa Latin Dies Natalis (Hari Lahir). Dalam bahasa Inggris perayaan Natal disebut Christmas, dari istilah Inggris kuno Cristes Maesse (1038) atau Cristes-messe (1131), yang berarti Misa Kristus.
Christmas biasa pula ditulis Χ'mas, suatu penyingkatan yang cocok dengan tradisi Kristen, karena huruf X dalam bahasa Yunani merupakan singkatan dari Kristus atau dalam bahasa Yunani Chi-Rho.
Dalam Alkitab bahasa Indonesia sendiri tidak dijumpai kata "Natal", yang ada hanya kelahiran Yesus.
Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk dilakukan.
Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal.
Klemens dari Aleksandria mengejek orang-orang yang berusaha menghitung dan menentukan hari kelahiran Yesus.
Dalam abad-abad pertama, hidup kerohanian anggota-anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan Yesus.
Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya, terutama oleh Origenes, dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka.
Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.
Tetapi di sebelah Timur orang telah sejak dahulu memikirkan mukjizat pemunculan Allah dalam rupa manusia.
Menurut tulisan-tulisan lama suatu sekte Kristen di Mesir telah merayakan "pesta Epifania" (pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 4 Januari.
Tetapi yang dimaksudkan oleh sekte ini dengan pesta Epifania ialah munculnya Yesus sebagai Anak Allah, yaitu pada waktu Ia dibaptis di sungai Yordan.
Gereja sebagai keseluruhan bukan saja menganggap baptisan Yesus sebagai Epifania, tetapi terutama kelahiran-Nya di dunia.
Sesuai dengan anggapan ini, Gereja Timur merayakan pesta Epifania pada tanggal 6 Januari sebagai pesta kelahiran dan pesta baptisan Yesus.
Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian.
Ephraim dari Syria menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan: “Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia. Siapakah yang mau tidur pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?”
Pada malam perayaan Epifania, semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.
Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April.
Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember.
Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5.
Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember.
Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti ("Surya yang tak terkalahkan"), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung 6:10). (*)
0 Komentar