OPERAIND,- Dengan memperhatikan dan memahami lebih dalam perkembangan sosial dan politik menjelang Pilpres 2019 yang gerakannya semakin hangat akhir-akhir ini, pengulangan pola seperti pertarungan pada Pilgub DKI 2017 tampaknya akan sulit dihindari.
Hal ini dapat dibaca dari beberapa aspek atau indikasi yang bisa kita lihat.
Pertama, pada Pilgub DKI gerakan model mobilisasi ulama telah terbukti berhasil memenangkan Anies Baswedan yang saat itu ikut diusung oleh gerakan kelompok ulama yang kemudian melembaga menjadi ulama 212.
loading...
Tampaknya ini membuat kelompok oposisi yang akan melawan kubu petahana pada Pilpres 2019 terus memperkuat konsolidasi lanjutan dari gerakan 212 ini.
Strategi gerakan 212 ini telah menyasar sisi emosi yang paling sensitif di masyarakat, dan terbukti pada hari pencoblosan telah berhasil menenggelamkan berbagai prestasi dan keberhasilan di berbagai bidang yang diraih gubernur petahana saat itu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang akhirnya kalah dalam pilkada DKI 2017 tersebut.
Namun menurut pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai, pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo - Sandiaga Uno sulit mengalahkan duet Jokowi - Ma'ruf di Pilpres 2019.
Ari menyatakan pandangannya didasari sejumlah faktor. Pertama, Jokowi merupakan representasi petahana yang tergolong sukses dari presiden-presiden sebelumnya.
loading...
"Faktor masifnya pembangunan infrastruktur di mana-mana, perbaikan ekonomi, turunnya angka kemiskinan," ujar Ari kepada JPNN, Rabu (15/8).
Kedua, pembimbing disertasi S3 di Universitas Padjajaran ini menyebut ketertarikan kaum milenial ke Jokowi jauh lebih tinggi daripada Prabowo atau Sandi. Sementara diketahui, Pilpres 2019 didominasi pemilih milenial.
"Daya tarik milenial ke Jokowi itu lebih kuat magnetnya ketimbang Sandi Uno yang baru menjabat Wagub DKI beberapa bulan," ucapnya.
Ketiga, Sandi tergolong baru di pentas politik. Pengajar di Universitas Indonesia ini melihat, fakta tersebut cukup menyulitkan untuk mendongkrak suara duet petinggi Gerindra itu di pilpres.
"Keempat, faktor 'hetic' dan 'fatiq' alias lelah dan mudah retak dari Prabowo akibat kekalahan beruntun di Pilpres 2009 dan 2014 lalu, turut memengaruhi spirit berlaga Prabowo di laga Pilpres 2019," ucapnya.
Kelima, amunisi Prabowo diperkirakan mulai menipis. Sementara untuk bisa memenangi pilpres di negara seluas Indonesia, amunisi sangat diperlukan.
"Keenam, jangan dilupakan faktor ulama yang dimiliki Ma'aruf Amin menjadi penambah energi kemenangan Jokowi," katanya.
Ketujuh, elite-elite pendukung Prabowo di Pilpres 2014 lalu, lebih banyak yang mutasi ke kubu Jokowi, daripada sebaliknya.
"Jadi saya tetap memprediksi, Jokowi-Ma'ruf Amin masih unggul telak atas pasangan Prabowo-Sandi," pungkas Ari.
0 Komentar